PPS Dander :
Jakarta
(ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengimbau peserta Pemilukada
Jawa Timur menghentikan praktik politik "Machiavelis" atau politik
menghalalkan segala cara untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan.
"Ada praktik Machiavelis dalam pemilu di Jawa Timur. Saya tidak menyebut pelakunya. Praktik `Machiavelis` harus distop," kata Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf di Jakarta, Selasa.
Politik "Machiavelis" dinisbatkan kepada Niccolo Machiavelli, diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf. Di antara karya-karyanya yang paling banyak dikenal adalah The Prince (1932). Dalam buku itu disebutkan bahwa semua hal dan cara dapat diusahakan untuk membangun dan melestarikan kekuasaan.
Nama Machiavelli kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, praktik menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Bagi Machiavelli, politik hanya berkaitan dengan satu hal semata, yaitu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Hal lainnya, seperti agama dan moralitas, dianggap tidak memiliki hubungan mendasar dengan politik, kecuali bahwa agama dan moral tersebut membantu untuk mendapat dan mempertahankan politik kekuasaan.
Pada bagian lain Slamet mengingatkan Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur untuk membaca kembali sisi moral dan etis dari keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberi peringatan keras kepada Ketua KPU Jatim dan pemberhentian sementara tiga orang komisionernya (meskipun per 14 Agustus KPU pusat telah mengaktifkan kembali tiga anggota KPU Jatim yang diberhentikan sementara itu -red).
"Pesan moralnya adalah perbuatan mereka itu salah, tidak etis, dan jangan diulangi lagi ketika sudah aktif kembali," kata Slamet.
Keputusan DKPP memang bukan vonis berupa hukuman fisik tetapi berupa hukuman moral. Meski demikian, bagi orang yang menjunjung tinggi moralitas, hukuman moral jauh lebih mendalam dibandingkan hukuman fisik.
"Jadi, jangan seperti residivis yang tidak kapok mengulangi perbuatannya yang salah," kata Slamet.
Pesan moral lainnya dalam putusan DKPP, lanjut Slamet, adalah harus ada penghargaan dan perlakuan yang setara terhadap hak konstitusional warga negara. Ini yang menurut dia juga tidak dijalankan oleh KPU Jawa Timur, terbukti ada perlakuan berbeda terhadap pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja terkait formulir C1.
Di dalam formulir C1 hanya nama dan nomor urut pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf, Eggy Sudjana-M Sihat, dan Bambang DH-Said Abdullah yang dicetak. Sementara untuk pasangan Khofifah-Herman akan disusulkan dalam bentuk stiker yang ditempelkan dalam formulir tersebut.
"Ini perlakuan tidak setara. Ini teror bagi pasangan Khofifah-Herman," kata Slamet.
Masyarakat, katanya, secara ketat akan mengawasi perilaku KPU Jatim dan pihak-pihak yang berada dibalik praktik "Machiavelis" tersebut.
Slamet juga mengingatkan bahwa ada fakta yang terungkap dalam sidang DKPP yang hingga saat ini belum ditindaklanjuti, yakni terkait suap yang berujung pada tidak lolosnya pasangan Khofifah-Herman saat itu.
"Di pengadilan (DKPP, red) terbukti ada suap. Ada rekomendasi aparat harus mengusut kasus suap ini karena ini persoalan sangat serius. Suap ini merusak," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia itu.
"Ada praktik Machiavelis dalam pemilu di Jawa Timur. Saya tidak menyebut pelakunya. Praktik `Machiavelis` harus distop," kata Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf di Jakarta, Selasa.
Politik "Machiavelis" dinisbatkan kepada Niccolo Machiavelli, diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf. Di antara karya-karyanya yang paling banyak dikenal adalah The Prince (1932). Dalam buku itu disebutkan bahwa semua hal dan cara dapat diusahakan untuk membangun dan melestarikan kekuasaan.
Nama Machiavelli kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, praktik menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Bagi Machiavelli, politik hanya berkaitan dengan satu hal semata, yaitu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Hal lainnya, seperti agama dan moralitas, dianggap tidak memiliki hubungan mendasar dengan politik, kecuali bahwa agama dan moral tersebut membantu untuk mendapat dan mempertahankan politik kekuasaan.
Pada bagian lain Slamet mengingatkan Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur untuk membaca kembali sisi moral dan etis dari keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberi peringatan keras kepada Ketua KPU Jatim dan pemberhentian sementara tiga orang komisionernya (meskipun per 14 Agustus KPU pusat telah mengaktifkan kembali tiga anggota KPU Jatim yang diberhentikan sementara itu -red).
"Pesan moralnya adalah perbuatan mereka itu salah, tidak etis, dan jangan diulangi lagi ketika sudah aktif kembali," kata Slamet.
Keputusan DKPP memang bukan vonis berupa hukuman fisik tetapi berupa hukuman moral. Meski demikian, bagi orang yang menjunjung tinggi moralitas, hukuman moral jauh lebih mendalam dibandingkan hukuman fisik.
"Jadi, jangan seperti residivis yang tidak kapok mengulangi perbuatannya yang salah," kata Slamet.
Pesan moral lainnya dalam putusan DKPP, lanjut Slamet, adalah harus ada penghargaan dan perlakuan yang setara terhadap hak konstitusional warga negara. Ini yang menurut dia juga tidak dijalankan oleh KPU Jawa Timur, terbukti ada perlakuan berbeda terhadap pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja terkait formulir C1.
Di dalam formulir C1 hanya nama dan nomor urut pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf, Eggy Sudjana-M Sihat, dan Bambang DH-Said Abdullah yang dicetak. Sementara untuk pasangan Khofifah-Herman akan disusulkan dalam bentuk stiker yang ditempelkan dalam formulir tersebut.
"Ini perlakuan tidak setara. Ini teror bagi pasangan Khofifah-Herman," kata Slamet.
Masyarakat, katanya, secara ketat akan mengawasi perilaku KPU Jatim dan pihak-pihak yang berada dibalik praktik "Machiavelis" tersebut.
Slamet juga mengingatkan bahwa ada fakta yang terungkap dalam sidang DKPP yang hingga saat ini belum ditindaklanjuti, yakni terkait suap yang berujung pada tidak lolosnya pasangan Khofifah-Herman saat itu.
"Di pengadilan (DKPP, red) terbukti ada suap. Ada rekomendasi aparat harus mengusut kasus suap ini karena ini persoalan sangat serius. Suap ini merusak," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar