PPS Dander :
Identifikasi politik di Jawa Timur hampir tidak
pernah lepas dari identitas budaya yang melekat dalam masyarakat. Keragaman
kultural di wilayah ini menjadi bingkai tak terpisahkan dari urusan perebutan
kekuasaan.
Hal ini disadari semua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur. Setidaknya hal ini tampak dari komposisi latar belakang calon yang ada, khususnya yang diusung partai politik. Soekarwo-Saifullah Yusuf adalah gambaran perpaduan pasangan dari latar belakang Mataraman-NU.
Hal sama terekam dari pasangan Bambang DH-Said Abdullah yang merupakan perpaduan pasangan Mataraman-NU/Madura. Jika di dua pasangan sebelumnya orang NU menjadi calon wakil gubernur, Khofifah satu-satunya kader NU yang menjadi calon gubernur berpasangan dengan Herman S Sumawiredja. Sementara pasangan dari jalur perseorangan, Eggi Sudjana, lebih dikenal sebagai sosok aktivis, sementara pasangannya, M Sihat, dikenal berlatar belakang birokrat.
Perpaduan antara Mataraman dan NU sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sebenarnya menjadi gambaran besar tentang ”tlatah politik” di Jatim. Di wilayah ini terdapat peta dua kutub besar, yakni kutub ”merah” dalam artian basis kekuatan politik nasionalis yang sebagian besar berada di wilayah selatan dan barat yang dikenal dengan wilayah Mataraman. Sementara kutub ”hijau” merupakan representasi dari kekuatan politik Islam yang sebagian besar berada di wilayah utara dan timur dari provinsi ini.
Kutub merah akan menjadi wilayah pertarungan antara sosok Soekarwo dan Bambang DH. Di atas kertas kedua nama ini sama-sama berlatar belakang Mataraman dan sama-sama aktif di partai bercorak nasionalis. Soekarwo adalah Ketua DPD Partai Demokrat Jatim dan Bambang dikenal sebagai politisi elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam sejarah, Soekarwo dikenal dekat dengan PDI-P. Saat Pilkada 2008, gubernur petahana ini memenangi konvensi DPC-DPC PDI-P se-Jatim sebagai calon gubernur (tetapi DPP PDI-P memberikan rekomendasi kepada Sutjipto).
Hasil survei kualitatif yang dilakukan Litbang Kompas mencatat tokoh-tokoh PDI-P siap all out memenangkan Bambang DH, terutama di tingkat grass root. Sejumlah tokoh, termasuk Gubernur Jateng terpilih Ganjar Pranowo, bakal membantu kampanye Bambang. Sekretaris PDI-P Ranting Wonodadi, Kabupaten Blitar, Herlambang Mudianto menyebut Pilkada Jatim kali ini sebagai sarana untuk menguji kesetiaan kader partai.
Basis nahdliyin
Pertarungan sengit lain juga berpotensi terjadi di wilayah kutub ”hijau” yang tersebar di wilayah Madura dan Pandalungan (tapal kuda). Basis nahdliyin ini akan diperebutkan terutama oleh Khofifah, Saifullah Yusuf, dan Said Abdullah. NU secara institusi tidak pernah menyatakan dukungan kepada calon mana pun. Sekretaris Pengurus Wilayah NU Jatim Masyhudi Muchtar menyatakan, NU tidak akan terlibat politik praktis.
Namun, tentu karakter pemilih di wilayah Madura dan tapal kuda, terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang komunal, boleh jadi akan tetap menjadi ladang perebutan dari kandidat dengan menggunakan pendekatan kultural.
Hasil survei Litbang Kompas pada Juni mencatat pemilih berlatar belakang NU cenderung akan memilih calon yang berlatar belakang nahdliyin. Dari kelompok responden yang akan memilih calon berlatar belakang NU, mayoritas (95,1 persen) adalah responden dari latar belakang NU.
Pengalaman pada Pilkada Jatim 2008 juga memperkuat temuan itu. Wilayah tapal kuda yang notabene basis nahdliyin menjadi ladang perebutan antara Khofifah dan Saifullah Yusuf. Kedua nama ini bersama pasangan masing-masing tercatat meraih suara terbesar dibandingkan tiga pasangan lain. Khofifah yang berpasangan dengan Mudjiono meraih 32,3 persen suara dan Saifullah yang mendampingi Soekarwo mendapat 30,8 persen suara.
Dimas Oki Nugroho dari Akar Rumput Strategic Consulting yang mendampingi pasangan Khofifah-Herman untuk pilkada tahun ini mengakui, basis nahdliyin menjadi lahan garapan khusus bagi pasangan ini. Apalagi, PKB sebagai partai yang berbasis warga NU mendukung penuh Khofifah. Pasangan Khofifah-Herman meyakini daerah tapal kuda akan menjadi pendulang suara terbesar. Sekitar 35 persen lebih pemilih berada di wilayah ini. ”Kami yakin basis nahdliyin solid mendukung Khofifah karena inilah momentum bagi nahdliyin untuk memimpin Jatim,” kata Dimas.
Dibandingkan kader NU lain, Khofifah memang satu-satunya kader NU yang menjadi calon gubernur. Namun, bukan berarti peluang mendapatkan suara nahdliyin hanya dimiliki Khofifah. Saifullah Yusuf tetap menjadi pesaing kuat. Apalagi, saat ini Saifullah Yusuf menjadi wakil gubernur petahana sekaligus salah satu ketua di PB NU. Menariknya, sosok Said Abdullah tentu juga berpotensi memengaruhi perebutan suara karena Said satu-satunya putra asli Madura. Sesuai hasil Pilkada 2008, pemilih Madura menjadi penentu hasil penghitungan suara pilkada. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)
Hal ini disadari semua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur. Setidaknya hal ini tampak dari komposisi latar belakang calon yang ada, khususnya yang diusung partai politik. Soekarwo-Saifullah Yusuf adalah gambaran perpaduan pasangan dari latar belakang Mataraman-NU.
Hal sama terekam dari pasangan Bambang DH-Said Abdullah yang merupakan perpaduan pasangan Mataraman-NU/Madura. Jika di dua pasangan sebelumnya orang NU menjadi calon wakil gubernur, Khofifah satu-satunya kader NU yang menjadi calon gubernur berpasangan dengan Herman S Sumawiredja. Sementara pasangan dari jalur perseorangan, Eggi Sudjana, lebih dikenal sebagai sosok aktivis, sementara pasangannya, M Sihat, dikenal berlatar belakang birokrat.
Perpaduan antara Mataraman dan NU sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sebenarnya menjadi gambaran besar tentang ”tlatah politik” di Jatim. Di wilayah ini terdapat peta dua kutub besar, yakni kutub ”merah” dalam artian basis kekuatan politik nasionalis yang sebagian besar berada di wilayah selatan dan barat yang dikenal dengan wilayah Mataraman. Sementara kutub ”hijau” merupakan representasi dari kekuatan politik Islam yang sebagian besar berada di wilayah utara dan timur dari provinsi ini.
Kutub merah akan menjadi wilayah pertarungan antara sosok Soekarwo dan Bambang DH. Di atas kertas kedua nama ini sama-sama berlatar belakang Mataraman dan sama-sama aktif di partai bercorak nasionalis. Soekarwo adalah Ketua DPD Partai Demokrat Jatim dan Bambang dikenal sebagai politisi elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam sejarah, Soekarwo dikenal dekat dengan PDI-P. Saat Pilkada 2008, gubernur petahana ini memenangi konvensi DPC-DPC PDI-P se-Jatim sebagai calon gubernur (tetapi DPP PDI-P memberikan rekomendasi kepada Sutjipto).
Hasil survei kualitatif yang dilakukan Litbang Kompas mencatat tokoh-tokoh PDI-P siap all out memenangkan Bambang DH, terutama di tingkat grass root. Sejumlah tokoh, termasuk Gubernur Jateng terpilih Ganjar Pranowo, bakal membantu kampanye Bambang. Sekretaris PDI-P Ranting Wonodadi, Kabupaten Blitar, Herlambang Mudianto menyebut Pilkada Jatim kali ini sebagai sarana untuk menguji kesetiaan kader partai.
Basis nahdliyin
Pertarungan sengit lain juga berpotensi terjadi di wilayah kutub ”hijau” yang tersebar di wilayah Madura dan Pandalungan (tapal kuda). Basis nahdliyin ini akan diperebutkan terutama oleh Khofifah, Saifullah Yusuf, dan Said Abdullah. NU secara institusi tidak pernah menyatakan dukungan kepada calon mana pun. Sekretaris Pengurus Wilayah NU Jatim Masyhudi Muchtar menyatakan, NU tidak akan terlibat politik praktis.
Namun, tentu karakter pemilih di wilayah Madura dan tapal kuda, terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang komunal, boleh jadi akan tetap menjadi ladang perebutan dari kandidat dengan menggunakan pendekatan kultural.
Hasil survei Litbang Kompas pada Juni mencatat pemilih berlatar belakang NU cenderung akan memilih calon yang berlatar belakang nahdliyin. Dari kelompok responden yang akan memilih calon berlatar belakang NU, mayoritas (95,1 persen) adalah responden dari latar belakang NU.
Pengalaman pada Pilkada Jatim 2008 juga memperkuat temuan itu. Wilayah tapal kuda yang notabene basis nahdliyin menjadi ladang perebutan antara Khofifah dan Saifullah Yusuf. Kedua nama ini bersama pasangan masing-masing tercatat meraih suara terbesar dibandingkan tiga pasangan lain. Khofifah yang berpasangan dengan Mudjiono meraih 32,3 persen suara dan Saifullah yang mendampingi Soekarwo mendapat 30,8 persen suara.
Dimas Oki Nugroho dari Akar Rumput Strategic Consulting yang mendampingi pasangan Khofifah-Herman untuk pilkada tahun ini mengakui, basis nahdliyin menjadi lahan garapan khusus bagi pasangan ini. Apalagi, PKB sebagai partai yang berbasis warga NU mendukung penuh Khofifah. Pasangan Khofifah-Herman meyakini daerah tapal kuda akan menjadi pendulang suara terbesar. Sekitar 35 persen lebih pemilih berada di wilayah ini. ”Kami yakin basis nahdliyin solid mendukung Khofifah karena inilah momentum bagi nahdliyin untuk memimpin Jatim,” kata Dimas.
Dibandingkan kader NU lain, Khofifah memang satu-satunya kader NU yang menjadi calon gubernur. Namun, bukan berarti peluang mendapatkan suara nahdliyin hanya dimiliki Khofifah. Saifullah Yusuf tetap menjadi pesaing kuat. Apalagi, saat ini Saifullah Yusuf menjadi wakil gubernur petahana sekaligus salah satu ketua di PB NU. Menariknya, sosok Said Abdullah tentu juga berpotensi memengaruhi perebutan suara karena Said satu-satunya putra asli Madura. Sesuai hasil Pilkada 2008, pemilih Madura menjadi penentu hasil penghitungan suara pilkada. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar